[ T E N T A N G : MENJADI PENGANTIN ] Skip to main content

[ T E N T A N G : MENJADI PENGANTIN ]


Gua nulis ini jam 2.40 dini hari saat gua belum bisa tidur. Di tengah-tengah usaha untuk tidur, banyak pikiran yang lalu lalang yang justru bikin makin susah tidur. Kalian suka gitu juga ga? Mungkin karena gua kurang lelah dan bangunnya terlalu siang, jadi pikiran gua masih on banget. Kayanya ini yang dinamakan jetlag. Agar sesi susah sare (tidur in sundanese) ini lebih berbobot, maka gua putuskan untuk nulis.


Bicara soal menjadi pengantin, alias nikah, lagi marak banget jadi bahasan di sekeliling gua. Usia 20an ke atas memang udah masanya untuk menggenapkan separuh agama. Beberapa temen udah ada yang cerita soal keluarga kecilnya, ada juga yang lagi sibuk nyiapin lamaran dan resepsi, sisanya sibuk milih baju buat kondangan. Orang-orang yang terakhir ini biasanya kalo ditanya kapan nikah jawabannya: hilalnya belum keliatan nih, lu duluan aja deh, nyantai aja gua mah, dan masih banyak lagi jawaban way out yang super basi. 

Di sini gua ga akan ngebela kaum jomblo yang tekanan batin tiap ditanya kapan nikah. Gua yakin kalian semua udah tau lah ya kalau urusan nikah itu pilihan masing-masing orang dan ga bisa diburu-buru. Mending kalau jodohnya udah dateng, kalau belum? Kali ini gua mau share opini gua tentang pernikahan dari sudut pandang seorang perempuan dan anak. 

Bicara nikah adalah bicara soal kesiapan. Banyak sekali hal yang perlu disiapin sebelum nikah, persiapan materi, persiapan ilmu, dan persiapan mental (yang sering banget dianggap remeh banyak orang). Gua suka sedih ngeliat orang ngebet nikah tapi usia perkawinannya ga lama karena dua-duanya ternyata ga siap menghadapi tagihan, perbedaan karakter, dan kekurangan pasangan masing-masing. Selama pacaran yang diketahui pasangannya cuma yang manis-manisnya aja. Giliran tau yang pahit-pahitnya, syok, ga kuat, dan akhirnya minta pisah. Kalau pasangan yang udah nikah puluhan tahun terus akhirnya cerai itu beda cerita ya.

Lalu, apakah gua mau menikah? Mau banget lah. Selama ini gua selalu ngebayangin bisa meluk, gandengan, jalan-jalan malam naik motor sama lelaki. Romantiss banget. Ada orang selalu siap nerima curhatan gua, siap nemenin gua ke mana aja, besarin anak bareng, bebas ngapain aja bareng, dan itu semua tidak menimbulkan dosa dan justru berpahala. Asik banget kan? Tapi, kalau ditanya "apakah gua siap untuk menikah?" Jujur gua ga tau. Selain calonnya belum keliatan, ada banyak hal yang gua pikirin sebelum akhirnya berani memutuskan buat menikah karena siap dan mau adalah dua hal yang berbeda.

Gua sering bertanya ke diri sendiri, apa gua siap ngabisin sisa hidup bareng seseorang yang disebut suami? Apa gua siap jadi istri which is perdana menterinya rumah tangga? Apa gua siap hidup bareng orang yang notabene baru dalam hidup gua? Apa gua siap ngatur keuangan keluarga? Apa gua siap jadi seorang istri yang baik? Apa gua siap menghadapi masalah keluarga yang mungkin bakal dateng? Gua masih butuh banyak belajar sebelum akhirnya bisa jawab itu semua dengan "Ya". Mungkin gua akan siap seiring datangnya sang hilal? Ga tau juga. Semua pertanyaan di atas adalah anxieties gua tentang pascamenjadi pengantin.

Kalau kalian nonton drakor judulnya Replay 1988, kalian pasti tau scene saat Sung Bora nikah. Setiap nonton bagian itu, gua pasti nangis padahal udah rewatch berkali-kali. Buat yang belum tau, gua ceritain ya biar cepet. Sung Bora kakaknya pemeran utama Sung Duksun. Karakter Bora keliatannya cuek tapi sebenernya care banget sama orang di sekitarnya. Dia terlalu gengsi buat nunjukin afeksinya, beda banget sama adiknya yang lovely dan akrab gampang akrab sama orang. Sifatnya ini sama banget kayak bokapnya. Karena sama-sama gengsian, alhasil mereka jadi canggung dan ga deket walaupun sama-sama sayang. Suatu hari Bora nikah dan beberapa hari sebelumnya dia beliin sepatu bapaknya buat dipake di hari pernikahan doi. Pas lagi semacam prosesi sungkem gitu di nikahannya, Bora nangis sejadi-jadinya pas liat sepatu bapaknya, yang dia beliin ternyata kegedean. Gimana bisa dia ga tau ukuran sepatu bapaknya sendiri? Padahal mereka udah hidup bareng semenjak Bora lahir. Bokapnya mah seneng aja dibeliin anaknya sepatu dan ga protes kegedean segala macem. Tapi kalau gua jadi Bora pasti merasa bersalah banget. Mungkin Bora nyesel selama ini ga cukup ngabisin waktu bareng bokapnya, ga kenal bokapnya, sampe untuk nanya ukuran sepatu aja terlalu gengsi. Gua relate banget sih sama perasaannya Bora makanya tiap nonton pasti ikutan mewek. 

http://i1192.photobucket.com/albums/aa324/girlfridaydb/drama/2015/1988/answer20/answer20-01228.jpg


Hubungannya apa sama ocehan gua yang panjang tadi? Cerita Bora dan bokapnya seolah mengingatkan dan mempertanyakan apa gua siap hidup pisah dari orang tua? Apa gua siap ketika waktu gua untuk bareng-bareng sama orang tua jadi berkuraaaaaang banget? Apa selama ini gua udah cukup ngabisin waktu bareng orang tua? Apa udah cukup bakti yang gua kasih ke orang tua sebelum akhirnya berbakti sama suami?

Intinya, menjadi pengantin ga cuma sekedar nyiapin surat nikah, catering, undangan, seragam panitia, gaun pengantin, dan jadi jawaban ketika ditanya kapan nikah. 

Menikah butuh kesiapan bukan hanya kemauan. Lebih jauh dari itu, menikah adalah tentang seorang perempuan yang tidak lagi menjadi tanggung jawab ayahnya dan tanggung jawabnya bukan lagi pada ayahnya dan seorang lelaki yang bertanggung jawab atas seorang perempuan yang telah dia minta dari ayahnya. Besar sekali (Lukir, 2019).

Wassalam.



Salam daun 

Comments

Popular posts from this blog

SINDORO : Wasn't Just Another Mountain to Hike

Pertemuan gua dan Sindoro bisa dibilang cukup ajaib dibandingkan gunung-gunung lain. Waktu itu seorang teman sekampus, namanya Regita, secara random ngechat dan ngajakin nanjak Sindoro. Gua diminta gantiin adiknya yang batal ikut trip dari Backpacker Jakarta (BPJ) karena ada agenda dari sekolahnya, sementara uang pendaftaran trip ga bisa direfund. Regita ga mau kalau nanjak sendiri. Dia bilang sayang kalo sampai hangus dan gua bilang iya bener banget. Tanpa pikir panjang, gua iyakan tawaran tersebut. Jarang-jarang kan ada rejeki nanjak gratis gini. Singkat cerita, sebulan kemudian, gua tiba di basecamp Sindoro via Kledung. Siang itu langit emang agak mendung karena Maret intensitas hujan masih cukup tinggi. Gua optimis Tuhan bakal ngabulin permintaan untuk nunda hujannya selama gua nanjak. Namun, gak lama kemudian hujan turus derrrrres banget. However the show must go on! Setelah nunggu hujan reda, rombongan yang terdiri dari sekitar 30an orang itu berangkat.  Salah s...

D E M P E T

Hari ini, aku akan pergi ke suatu tempat. Aku tidak tahu ke mana. Pak guru mengajakku untuk mengikuti sebuah lomba berbasis teknologi. Aku senang sekali. Bukan karena aku diikutsertakan, namun karena kamu juga ikut pergi bersamaku. Ada beberapa murid lain yang juga diajak, tapi aku tidak peduli. Menang lomba atau tidak pun aku tak peduli. Yang penting bagiku, di luar dugaan, kamu juga mengikuti lomba ini.  Kita berangkat dengan mobil yang sama. Aku duduk di barisan kursi kedua, agak tengah. Dan kau di baris yang sama di samping pintu. Badan kita belum terlalu besar. Untuk efisiensi, baris kedua mobil diisi empat anak. Sayang sekali seorang teman memisahkan kita. Kalau tidak, mungkin kita sudah duduk bersebelahan sekarang. Tapi tak apa, memiliki momen bersamamu yang belum tentu dimiliki semua orangpun sudah lebih dari cukup untukku. Aku sangat menikmati perjalanan dan kau malah mengeluh kesempitan. Tidak terasa kita sudah tiba di venue lomba. Kita, seperti murid dari sekol...

[ T E N T A N G : M E N C A N T I K ]

Belakangan ini gua lagi keranjingan banget sama beuty products. Entahlah, kayanya semenjak sering liat channel yutub seseorang khususnya salah satu video doi yang lagi ngebahas soal make up dan skin care routine. Sebelumnya, gua sama sekali tidak begitu memperhatikan tentang kecantikan. Ya walaupun di lubuk hati terdalam pingin terlihat cantik (ya perempuan mana sih yang ga pingin), tapi gua semales itu untuk sekedar bermasker ria. Dari video yutuber tadi, gua jadi tersadar kalau mau segala sesuatu pasti ada effortnya, termasuk untuk jadi cantik. Bahkan untuk orang yang udah cantik dari lahir sekalipun. Effort yang gua maksud di sini adalah bukan cuma sekedar ngelawan rasa males, tapi juga dalam bentuk pengorbanan. Yap cantik juga perlu modal boss. Akhirnya gua mulai beli beli mekap. Di umur gua yang sekarang ini, lagi rawan-rawannya nih ngomongin soal jodoh. Gimana mau ada yang ngelirik kalau casingnya aja buluk tak terawat. Maksud gua di sini bukan bermekap karena ingin unt...